PERTUMBUHAN DAN PERTAMBAHAN PENDUDUK

TUGAS KELOMPOK




TUGAS INDIVIDU 

Kali ini saya akan mencoba membahas mengenai "Pertumbuhan dan Pertambahan Penduduk" dengan cakupan sebagai berikut:
A. Landasan
B. Perkembangan Penduduk Indonesia
C. Pertumbuhan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
D. Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
E. Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
F.  Pertumbuhan Penduduk dan Kelaparan
G. Kemiskinan dan Keterbelakangan
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kalian semua:1thumbup


Hasil gambar untuk pertumbuhan dan pertambahan penduduk


PERTUMBUHAN DAN PERTAMBAHAN PENDUDUK


1.1 LANDASAN TEORI
Teori Malthus (Thomas Robert Malthus)
Orang yang pertama-tama mengemukakan teori mengenai penduduk adalah Thomas Robert Malthus yang hidup pada tahun 1776 – 1824. Kemudian timbul bermacam-macam pandangan sebagai perbaikan teori Malthus. Dalam edisi pertamanya Essay on Population tahun 1798 Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu :
a. Bahan makanan adalah penting untuk kehidupan manusia
b. Nafsu manusia tak dapat ditahan.
Malthus juga mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan hidup.
Dalil yang dikemukakan Malthus yaitu bahwa jumlah penduduk cenderung untuk meningkat secara geometris (deret ukur), sedangkan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara arismatik (deret hitung). Menurut pendapat Malthus ada faktor-faktor pencegah yang dapat mengurangi kegoncangan dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan manusia yaitu dengan jalan :
a. Preventive checks
Yaitu faktor-faktor yang dapat menghambat jumlah kelahiran yang lazimnya dinamakan moral restraint. Termasuk didalamnya antara lain :
1) Penundaan masa perkawinan
2) Mengendalikan hawa nafsu
3) Pantangan kawin
b. Positive checks
Yaitu faktor-faktor yang menyebabkan bertambahnya kematian, termasuk di dalamnya antara lain :
1) Bencana Alam
2) Wabah penyakit
3) Kejahatan
4) Peperangan

Positive checks biasanya dapat menurunkan kelahiran pada negara-negara yang belum maju.
Teori yang dikemukakan Malthus terdapat beberapa kelemahan antara lain :
a. Malthus tidak yakin akan hasil preventive cheks.
b. Ia tak yakin bahwa ilmu pengetahan dapat mempertinggi produksi bahan makanan dengan cepat.
c. Ia tak menyukai adanya orang-orang miskin menjadi beban orang-orang kaya
d. Ia tak membenarkan bahwa perkembangan kota-kota merugikan bagi kesehatan dan moral dari orang-orang dan mengurangi kekuatan dari negara
Akan tetapi bagaimanapun juga teorinya menarik perhatian dunia, karena dialah yang mula-mula membahas persoalan penduduk secara ilmiah. Disamping itu essaynya merupakan methode untuk menyelesaikan atau perbaikan persoalan penduduk dan merupakan dasar bagi ilmu-ilmu kependudukan sekarang ini.
Beberapa Pandangan Terhadap Teori Malthus
Bermacam-macam reaksi timbul terhadap teori Malthus, baik dari golongan ahli ekonomi, sosial dan agama. Hingga saat ini teori Malthus masih dipersoalkan. Pada dasarnya pendapat-pendapat terhadap teori Malthus dapat dikelompokan sebagai berikut :
a. Teori Malthus salah sama sekali
Golongan ini menganggap Malthus mengabaikan peningkatan teknologi, penanaman modal, perencanaan produksi. Terhadap golongan yang tidak setuju, Malthus menjawab bahwa :
1) Tingkat pengembangan teknologi tidak sama diseluruh negara
2) Kemampuan yang berbeda-beda untuk mengadakan penanaman modal.
3) Faktor kesehatan rakyat dan pengaruhnya terhadap penghidupan sosio ekonomi kultural.
4) Masalah urbanisasi yang terdapat dimana-mana
5) Taraf pendidikan rakyat tidak sama
6) Proses-proses sosial yang menghambat kemajuan
7) Faktor komunikasi dan infrastruktur yang belum sama peningkatannya

8) Faktor-faktor sosial ekonomi serta pelaksanaan distribusinya
9) Kemampuan sumber alam tidak akan mampu terus menerus ditingkatkan menurut kemampuan manusia tanpa batas, melainkan akhirnya akan sampai pada suatu titik, dimana tidak dapat ditingkatkan lagi.
10) Masih banyak faktor lagi yang selalu tidak menguntungkan bagi keseimbangan peningkatan penduduk dengan produksi bahan-bahan sandang pangan
Teori Malthus tidak berlaku lagi bagi negara-negara barat, tetapi masih berlaku bagi negara-negara Asia.
b. Teori Malthus memang benar dan berlaku sepanjang masa.
Penganut golongan ini setuju dengan Teori Malthus, meskipun ada beberapa tambahan /revisi. Pengikut Malthus ini disebut Neo Malthusionism. Mereka beranggapan bahwa untuk mencapai tujuan hanya dengan moral restraint (berpuasa, menunda – perkawinan) adalah tidak mungkin. Mereka berpendapat bahwa untuk mencegah laju cepatnya peningkatan cacah jiwa penduduk harus dengan methode birth control dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Pengikut-pengikut teori Malthus antara lain :
1) Francis Flace (1771 – 1854)
Pada tahun 1882 menulis buku yang berjudul Illustration and Proofs of the population atau penjelasan dari bukti mengenai asas penduduk. Ia berpendapat bahwa pemakaian alat kontrasepsi tidak menurunkan martabat keluarga, tetapi manjur untuk kesehatan. Kemiskinan dan penyakit dapat dicegah.

2.1 PERKEMBANGAN PENDUDUK
 Perkembangan Penduduk 
Mengapa terjadi pertumbuhan penduduk? Pertumbuhan penduduk terjadi disebabkan oleh pertambahan atau pengurangan jumlah penduduk akibat adanya kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), dan perpindahan penduduk (migrasi). Kelahiran dan kematian merupakan faktor pertumbuhan alami, adapun perpindahan penduduk merupakan faktor pertumbuhan non alami.
Pertumbuhan penduduk alami
Pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari hasil selisih tingkat kelahiran dengan kematian dalam satu tahun disebut pertumbuhan penduduk alami. Pertumbuhannya dinyatakan dalam perseribu.
Kejadian paling sederhana dapat kita lakukan dengan melakukan pengamatan penduduk di lingkungan kita. Dalam satu tahun, berapa terjadi kelahiran, dan berapa terjadi kematian? Misalkan, pada saat ini jumlah penduduk di kampungmu 1000 orang, maka dengan menghitung selisih jumlah kelahiran dan kematian maka kita akan menemukan angka pertumbuhan penduduk di kampungmu. Contoh, jumlah bayi yang lahir 40, penduduk yang meninggal dunia 20. Maka dengan menggunakan rumus di bawah ini pertumbuhan penduduk di kampung adalah 40-20 perseribu, atau 20 perseribu atau 2%.
Adapun perhitungannya dapat digunakan rumus:
P  =L–M
P  = Pertumbuhan penduduk
L  = Lahir
M = Mati
Pertumbuhan penduduk non alami
Pertumbuhan penduduk non alami diperoleh dari selisih penduduk yang melakukan imigrasi (migrasi masuk) dengan emigrasi (migrasi keluar). Pertumbuhan penduduk non alami disebut juga dengan pertumbuhan penduduk karena migrasi. Perhitungan penduduk non alami dapat digunakan rumus sebagai berikut:
P  = I–E
P  = Pertumbuhan penduduk
I   = Imigrasi
E  = Emigrasi
Pertumbuhan penduduk total
Pertumbuhan total adalah pertumbuhan penduduk yang dihitung dari selisih jumlah kelahiran dengan kematian ditambah dengan selisih dari pertumbuhan non alami. Perhitungan penduduk total dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

P  = (L – M ) + (I – E)
P  = jumlah pertumbuhan penduduk dalam satu tahun
L  = jumlah kelahiran dalam satu tahun
M = jumlah kematian dalam satu tahun
I   = Imigrasi
E  = Emigrasi
Laju pertumbuhan penduduk total di Indonesia tidak terlalu banyak berbeda dengan laju pertumbuhan penduduk alami, karena migrasi (baik imigrasi maupun emigrasi) jumlahnya tidak begitu banyak sehingga pengaruhnya sangat kecil dan dapat diabaikan. Pertumbuhan penduduk biasanya dinyatakan dengan angka persen (%) dan biasanya diperhitungkan untuk jangka waktu satu per setiap tahun. Istilah lain yang sering disamakan dengan pertumbuhan penduduk yaitu pertambahan penduduk. Perbedaannya adalah untuk pertambahan penduduk besarannya dinyatakan dengan angka tertentu sedangkan pertumbuhan penduduk dinyatakan dalam persen (%).
Kelahiran dan kematian adalah faktor utama pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh kondisi kesehatan, kualitas lingkungan hidup, dan pendidikan. Kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kesadaran tentang kesehatan melalui proses pendidikan.
Lingkungan yang kurang terawat, limbah pabrik yang sudah di atas ambang batas wajar, permukiman yang kumuh, selokan yang tidak terawat dan sebagainya merupakan penyebab datangnya berbagai penyakit. Hal tersebut dapat berdampak pada angka kematian suatu daerah yang dapat menyebabkan pertumbuhan penduduk negatif.
Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar karena jumlah penduduk Indonesia setiap tahun bertambah. Hal tersebut mendorong agar negara Indonesia terus giat meningkatkan kualitas penduduk. Pendidikan merupakan cara yang cocok dan paling strategis untuk meningkatkan kualitas penduduk Indonesia.
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 tercatat 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 %. Jika laju pertumbuhan penduduk tetap pada angka 1,49 %, maka pada 2045 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 450 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk yang terjadi pada tahun tersebut jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan ideal untuk Indonesia yakni sebesar 0,5%.

3.1  PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN 
Penduduk perkotaan di indonesia tumbuh dengan pesat antar tahun 1980 - 1990 laju pertumbuhan rata-rata penduduk perkotaan adalah 5,36% per tahun. Pertumbuhan penduduk meliputi 3 komponen:
1.    Pertumbuhan alamiah
2.    Perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi)
3. Adanya akibat dari perubahan wilayah pedesaan menjadi wilayah perkotaan (Akbar Tanjung 1996).
Akibat pertumbuhan tersebut, maka kota memerlukan tambahan ruang yang menyebabkan adanya perubahan dalam pemanfaatan ruang dan tanah dari suatu pemanfaatn tertentu ke pemanfaatan lainnya yang memiliki nilai ekonomis atau nilai budaya yang lebih tinggi, perubahan diatas sering disertai dengan adanya pergeseran pemukiman. Pergeseran pemukiman dapat dibagi dalam kelompok-kelompok sebagai berikut:
1.    Pergeseran pemukiman akibat pertimbangan ekonomi
a.    Pemukiman para petani untuk perumahan, perkantoran dan industri.
b. Pergeseran lahan non pertanian untuk kegiata non pertanian lain dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi (pemukiman menjadi perkantoran, perdagangan, dsb).
2.    Pergeseran pemukiman karena penertiban pemanfaatn ruang dan tanah.
Terjadi pada pemukiman liar dan kumuh di kota-kota besar seperti di bantaran sungai, sepanjang jalan kereta api, lereng-lereng terjal yang mudah longsor. Penertiban ini dilakukan untuk mengembalikan fungsi ruang untuk kepentingan umum (keindahan, kelancaran/keamanan, dan kegiatan tertentu).
3.    Pergeseran pemukiman karena kepentingan umum
a.    Pembangunan jalan-jalan utama
b.   Pembangunan saluran banjir
4. Pergeseran pemukiman tanpa pembongkaran pemukiman tanpa pembongkaran pemukiman sebelumnya, tetapi karena ekanisme pasar.
Pengembang membangun perumahan di pinggir/luar kota dengan menilai potensi pasar, terjadi perpindahan orang yang semula tinggal dalam kota ke rumahnya di pinggiran/luar kota.
Dari apa yang telah diungkapkan diatas, maka pada dasarnya kota-kota di indonesia dihadapkan pada masalah yang cukup pelik (Johan Silas, 1996):
1. Dunia yang akan datang ditentukan oleh kota, karena pada tahun 2020 nanti 2/3 penduduk akan berada di kota. Kota akan menjadi pelaku kunci dalam perbaikan keadaan sosial dan kesejahteraan rakyat sejalan dengan perkembangan berbagai fasilitas sosial yang terbaik serta makin banyak di sediakan di kota.
2.  Sifat kota yang semakin global, akibat peran teknologi komunikasi (misalnya dengan adanya internet).
3.    Kota-kota mengalami perubahan yang begitu cepat (terutama di Asia Timur). Kita tidak bisa belajar lagi dari kota-kota di negara maju, karena mereka tidak lagi membangun hanya membina.
4. Adanya pergeseran fungsi yang dihadapi kota masa kini dengan segala permasalahannya. Semula kota adalah permukiman dan sebagai tempat akumulasi berbagai hasil pertanian untuk dijual lebih lanjut. Kini kota lebih banyak melakukan fungsi ekonomi tersier atau jasa.
Pertumbuhan yang pesat di kota-kota biasanya diatasi denga dua cara, yaitu:
a.    Program pemekaran kota pada lahan baru
b.   Program peremajaan kawasan kota pada lahan terbangun di kota.
1.    Peremajaan kawasan kota pada lahan terbangun di kota
Peremajaan kawasan kota pada awalnya merupakan tanggapan terhadap tekanan perubahan sosial dan ekonomi (Chapin, 1965 dalam Djarot Purbadi, 1996) yang berakibat pada pengembangan fisik kota.
Dalam kenyataannya peremajaan kota secara empiris telah terbukti banya diwarnai dan dikendalikan oleh kepentingan elit politik dan ekonomi (Paul Knox, 1982 dalam Djarot Purbadi, 1996) sehingga seringkali menimbulkan kerusakan lingkungan, sosial bagi masyarakat penghuninya.
Pengalaman peremajaan kota di USA telah banyak menimbulkan kritik, karena perubahan-perubahan dari penggusurnya menciptakan masalah anara lain banyaknya sarana dan prasarana perumahan, bangunan bersejarah, fungsi-fungsi ekonomi masyarakat yang terkena gusur.
Pembangunan kota yang hanya memusatkan perhatian ke arah pengembangan fisik (sebab disitulah letak kepentingan para pemegang modal), telah merobek-robek jaringan sosial budaya golongan miskin.
Bagi Goodman masalah struktural ini hanya dapat ditanggulangi dengan apa yang dinamakan dengan "PROFESIONALISME BARU" yakni dengan melepaskan diri secara total dari ikatan-ikatan profesional yang konfensional dengan terjun langsung ke lingkungan yang tidak terjamah, yaitu golongan miskin itu sendiri (Yuswadi Saliya, 1996).
Peremajaan kota adalah salah satu cara mengakomodasi pertumbuhan kota yaitu upaya regenerasi terencana pada kawasan terbangun yang bermasalah lewat program bersiklus;
a.    Redevelopment
b.   Rehabilitation
c.    Conservation
Berdasarkan Inpres No. 5 Tahun 1990 telah meletakkan jiwa dan dasar peremajaan kota (Johan Silas, 1996):
a.  Swasta boleh meremajakan tanah negara yang berpenduduk untuk kepentingan niaga. Penghuni yang ada harus ditampung kembali di tempat yang sama dalam tatanan baru sebagai syarat yang tidak terpisahkan.
b. Pembiayaan penampungan kembali warga semula dilakukan oleh investor dengan mengambil selisih harga lama den harga baru.
c.    Inpres tersebut juga "mengakui" atas hak warga semula untuk tetap berada di tempat yang sama tanpa harus mempersoalkan apakah ada atau tidak hak formal atas lahan yang ditempatinya (tetapi Inpres tersebut hanya berlaku untuk 2 proyek saja yaitu; di Pulo Gadung, jakarta dan di Pekunden, Semarang.
Peremajaan kota adalah proyek yang sangat mahal, oleh karena itu dalam proses pelaksanaannyadi Indonesia harus lebih berhati-hati dan mau belajar dari pengalaman negara-negara lain yang telah terlebih dahulu menerapkannya.
Penerapan konsep peremajaan kota sebaiknya disertai dengan penyusunan perangkat lunaknya dengan memperhatikan "kepentingan masyarakat (terutama yang terkena proyek" yang tergolong pendapatan rendah (Budiharjo, 1996).
2.    Bentuk Bentuk Peremajaan Kota Di Indonesia
a. Perbaikan lingkungan permukiman (disini kekuatan pemerintah/public investment sangat dominan, atau sebagai faktor tunggal pembangunan kota.
b.   Pembangunan rumah susun sebagai pemecahan lingkungan kumuh.
c.  Peremajaan yang bersifat progresif oleh kekuatan sektor swasta seperti munculnya super blok (merupakan fenomena yang menimbulkan banyak kritik dalam aspek sosial yaitu penggusuran, kurang adanya integrasi jaringan dan aktifitas trafik yang sering menciptakan problem diluar super blok). Faktor tunggalnya adalah pihak swasta besar.
3.    Masalah dalam realisasi peremajaan kota di Indonesia
a. Dalam pelaksanaan Kampung Improvement Program (KIP) pemerintah merupakan faktor tunggal pembangunan kota. Sedangkan dalam pembangunan super blok fator tunggalnya adalah pihak swasta besar (Sugiyono, 1996). Aktor lain seperti masyarakat bawah atau penghuni tidak dilibatkan atau belum dilakukan sinergi antara ketiga aktor pembangunan (pemerintah, pengusaha/swasta dan masyarakat pegguna atau pemilik/pemakai lahan).
b. Ditinjau dari aspek kelembagaannya, maka permasalahan dalam pembangunan perkotaan khususnya pelaksanaan peremajaan perkotaan di Indonesia dapat diidentifiasi antara lain (Bambang Panuju, 1996):
1) Kurang jelasnya pembangian lingkup dan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi, dan pemda kota/kabupaten dalam pembangunan perkotaan terutama yang menyangkut masalah perijinan.
2) Kekurang mampuan kelembagaan dan aparat pemda kota/kabupaten dalam merumuskan konsep-konsep pengelolaan dan pembangunan perkotaan termasuk peremajaan kota.
3) Keterbatasan sumber-sumber dan kemampuan pendanaan pembangunan pada pemerintah daerah (PAD).
Contoh yang cukup menarik dalam menghadapi permasalahan kota adalah Master Plan Surabaya 2000 (Johan Silas, 1996). MPS 2000 Surabaya berusaha mempertahankan semua kampung yang ada di tempatnya semula seperti yang sudah ada sejak dahulu dilakukan oleh Adipati Surabaya dalam membangun Surabaya, dalam membangun Surabaya memakai pola kosmik mandala (tertua). Saat Belanda berkuasa pembangunan baru di Surabaya tetap menghindari kampung yang ada. Yang dilakukan MPS 2000 tidak lain adalah melanjutkan pola historis yang ada. Itu pula sebabnya mengapa hingga kini di bagian kota yang penting dan mahal sekalipun tetap ada kampung, dan Kampung Improvement Program (KIP) menjadi alat dan bagian utuh dari pembangunan kota. Tidak heran bila Surabaya dikenal sebagai kotanya Kampung Improvement Program (KIP) di Indonesia dan mendapat beragam penghargaan termasuk The Habitat Award (1991).

4.1  PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN TINGKAT PENDIDIKAN
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Misalnya pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun 1995 ke tahun 2000 adalah perubahan jumlah penduduk Indonesia dari tahun 1995 sampai 2000.
Selain merupakan sasaran pembangunan, penduduk juga merupakan pelaku pembangunan. Maka kualitas penduduk yang tinggi akan lebih menunjang laju pembangunan ekonomi. Usaha yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas penduduk melalui fasilitas pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan dan penundaan usia kawin pertama.
Di negara-negara yang anggaran pendidikannya paling rendah, biasanya menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Tidak hanya persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada penduduk yang berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara guru yang terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang. Akibatnya, banyak negara yang sebelumnya mengarahkan perhatian terhadap pendidikan universitas, secara diam-diam mengalihkan sasarannya.
Helen Callaway, seorang ahli antropologi Amerika yang mempelajari masayakat buta huruf, menyimpulkan bahwa perkembangan ekonomi dan perluasan pendidikan dasar telah memperluas jurang pemisah antara pria dan wanita. Hampir di mana-mana pria diberikan prioritas untuk pendidikan umum dan latihan-latihan teknis. Mereka adalah orang-orang yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam dunia. Sebaliknya pengetahuan dunia ditekan secara tajam pada tingkat yang terbawah.
Pertambahan penduduk yang cepat, lepas daripada pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas pendidikan, cenderung untuk menghambat perimbangan pendidikan. Kekurangan fasilitas pendidikan menghambat program persamaan/perimbangan antara laki-laki dan wanita, pedesaan dan kota, dan antara bagian masyarakat yang kaya dan miskin.
Pengaruh daripada dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga. Penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar belakang budaya yang berlainan menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga dengan jumlah anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat perkembangan berfikir anak-anak, berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan fisiknya. Kesulitan orang tua dalam membiayai anak-anak yang banyak, lebih mempersulit masalah ini.
Pertambahan penduduk yang cepat menghambat program-program perluasan pendidikan, juga mengarah pada aptisme di dunia yang kesulitan untuk mengatasinya.
Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan (UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab I, Pasal I ayat 8).
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk memasuki pendidikan dasar diselenggarakan kelompok belajar yang disebut pendidikan prasekolah. Pendidikan prasekolah belum termasuk jenjang pendidikan formal, tetapi baru merupakan kelompok sepermainan yang menjembatani anak antara kehidupannya dalam keluarga dengan sekolah.
Tingkat Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan menengah. Oleh karena itu pendidikan dasar menyediakan kesempatan bagi seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bersifat dasar yang berbentuk Sekolah Dasar (SD) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bentuk lain yang sederajat. UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan dasar dan wajib belajar pada Pasal 6 Ayat 1 bahwa, “Setiap warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Tingkat Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar, di selenggarakan di SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) atau satuan pendidikan yang sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar, dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan menengah luar biasa, pendidikan menengah kedinasan dan pendidikan menengah keagamaan (UU No. 20 Tahun 2003 Bab VI Pasal 18 Ayat 1-3)
Tingkat Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah, yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi “Tridharma” pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam ruang lingkup tanah air Indonesia sebagai kesatuan wilayah pendidikan nasional.
Pendidikan tinggi juga berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional dengan perkembangan internasional. Untuk itu dengan tujuan kepentingan nasional, pendidikan tinggi secara terbuka dan selektif mengikuti perkembangan kebudayaan yang terjadi di luar Indonesia untuk di ambil manfaatnya bagi pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk dapat mencapai dan kebebasan akademik, melaksanakan misinya, pada lembaga pendidikan tinggi berlaku kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan dan otonomi dalam pengolaan lembaganya.
Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di sebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggaran pendidikan terapan dalam suatu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian tertentu.
Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
Sekolah tinggi ialah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu atau bidang tertentu.
Institut ialah perguruan tinggi terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
Universitas ialah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan  pendidikan akademik dan/atau profesional dalan sejumlah disiplin ilmu tertentu.
Pendidikan yang bersifat akademik dan pendidikan profesional memusatkan perhatian terutama pada usaha penerusan, pelestarian, dan pengembangan peradaban, ilmu, dan teknologi, sedangkan pendidikan yang bersifat profesional memusatkan perhatian pada usaha peradaban serta penerapan ilmu dan teknologi. Dalam rangka pengembangan diri, bangsa, dan negara.
Output pendidikan tinggi diharapkan dapat mengisi kebutuhan yang beraneka ragam dalam masyarakat. Dari segi peserta didik kenyataan menunjukkan bahwa minat dan bakat mereka beraneka ragam. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka perguruan tinggi di susun dalam multistrata. Suatu perguruan tinggi dapat menyelenggarakan gerakan satu strata atau lebih. Strata dimaksud terdiri dari S0 (non strata) atau program diploma, lama belajarnya 2 tahun (D2) atau tiga tahun (D3), juga program nongelar. S1 (program strata satu), lama belajarnya empat tahun, dengan gelar sarjana, S2 (Program strata dua) atau program pasca sarjana, lama belajarnya dua tahun sesudah S1, dengan gelar magister, S3 (program strata tiga atau program doctor), lama belajarnya tiga tahun sesudah S2, dengan gelar doktor.
Program diploma atau program nongelar memberi tekanan pada aspek praktis profesional sedangkan program gelar memberi tekanan pada aspek ataupun aspek akademik profesional.
Disamping program diploma dan program sarjana, pendidikan tinggi (dalam hal ini LPTK atau Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) dapat juga menyelenggarakan program Akta mengajar yaitu Akta III, Akta IV, dan Akta V. Program ini diadakan untuk melayani kebutuhan akan tenaga mengajar di satu sisi dan pada sisi yang lain untuk melindungi profesi guru (tenaga kependidikan). Dengan ini dimaksudkan bahwa seorang hanya dianggap sah memiliki  kewenangan mengajar jika memiliki sertifikat atau akta mengajar, Program Akta Mengajar merupakan program paket kependidikan sebesar 20 SKS atau untuk lama studi satu semester (6 bulan) bagi masing-masing jenjang Akta.

5.1 PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN TINGKAT PENYAKIT
Kesehatan penduduk juga dijadikan suatu indikator kualitas penduduk. Semakin tinggi tingkat kesehatan penduduk Indonesia maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan. Indikasi tingkat kesehatan antara lain : angka kematian bayi, angka kematian ibu kelahiran, ketercukupan gizi makanan, dan usia harapan hidup. Tingkat kesehatan suatu negara umumnya dilihat dari besar kecilnya angka kematian, karena kematian erat kaitannya dengan kualitas kesehatan. Kualitas kesehatan yang rendah umumnya disebabkan:
Kurangnya sarana dan pelayanan kesehatan.
Kurangnya air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan.
Gizi yang rendah.
Penyakit menular.
Lingkungan yang tidak sehat (lingkungan kumuh).
Dampak rendahnya tingkat kesehatan terhadap pembangunan adalah :
Terhambatnya pembangunan fisik karena perhatian tercurah pada perbaikan kesehatan yang lebih utama karena menyangkut jiwa manusia.
Jika tingkat kesehatan manusia sebagai objek dan subjek pembangunan rendah, maka dalam melakukan apa pun khususnya pada saat bekerja, hasilnya pun akan tidak optimal.
Upaya-upaya Pemecahan Permasalahan :
1)     Mengadakan perbaikan gizi masyarakat.
2)     Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular.
3)     Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan.
4)     Membangun sarana-sarana kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit, dan lain-lain.
5)     Mengadakan program pengadaan dan pengawasan obat dan makanan.
6)     Mengadakan penyuluhan tentang kesehatan gizi dan kebersihan lingkungan.

6.1  PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN KELAPARAN 
Kelaparan adalah suatu kondisi di mana tubuh masih membutuhkan makanan, biasanya saat perut telah kosong baik dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk waktu yang cukup lama. Kelaparan adalah bentuk ekstrem dari nafsu makan normal. Istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada kondisi kekurangan gizi yang dialami sekelompok orang dalam jumlah besar untuk jangka waktu yang relatif lama,biasanya karena kemiskinan, konflik politik, maupun kekeringan cuaca.
Hasil gambar untuk kelaparan
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertambuhan penduduk yaitu faktor kelahiran, kematian, dan perpindahan.  Kelahiran (Fertilitas) yang merupakan faktor alami. Kelahiran adalah bertambahnya jumlah penduduk di suatu wilayah. Kematian (Mortalitas) yang juga merupakan faktor alami. Kematian adalah hilangnya tanda-tanda kehidupan manusia secara permanen atau berkurangnya penduduk pada suatu wilayah. Perpindahan (Migrasi) yang merupakan faktor non-alami. Faktor terakhir yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan penduduk suatu daerah adalah Perpindahan (Migrasi) atau Mobilitas Penduduk yang artinya proses gerak penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dalam jangka waktu tertentu.
Macam-macam pertumbuhan penduduk yaitu pertumbuhan secara alami, migrasi, dan total. Pertumbuhan penduduk alami adalah pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari selisih kelahiran dan kematian. Pertumbuhan penduduk migrasi adalah pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari selisih migrasi masuk dan migrasi keluar. Pertumbuhan penduduk total adalah pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh faktor kelahiran, kematian, dan migrasi.
Dampak pertumbuhan penduduk di suatu negara sangat banyak dan bermacam-macam. Dampak pertumbuhan penduduk ini sangat merugikan keberlangsungan makhluk hidup  dan apabila tidak ada pencegahan dari pertumbuhan penduduk ini, maka akan semakin banyak dampak dan membuat keberlangsungan hidup suatu negara tidak lagi nyaman untuk ditinggali. Dampak dari pertumbuhan penduduk yaitu lahan tempat tinggal dan bercocok tanam berkurang, semakin banyaknya polusi dan limbah yang berasal dari rumah tangga, pabrik, perusahaan, industri, peternakan, dll. Angka pengangguran dan kemiskinan meningkat. Angka kesehatan  dan kecukupan gizi masyarakat menurun sehingga dapat menimbulkan penyakit baru. Pembangunan daerah semakin dituntut banyak. Ketersediaan pangan sulit. Pemerintah harus membuat kebijakan yang rumit.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan, dll. Kemiskinan berkaitan erat dengan askes pelayanan kesehatan, pemenuhan kebutuhan gisi dan kalori. Dengan demikian penyakit masyarakat umumnya berkaitan dengan penyakit menular, seperti diare, penyakit lever, TBC dll. Juga penyakit kekurangan gizi termasuk busung lapar, anemi terutama pada bayi, anak-anak dan ibu hamil. Kematian adalah konsekuensi dari penyakit yang ditimbulkan karena kemiskinan ini. (kekurangan gisi menyebabkan rentan terhadap infeksi). Baik itu kematian bayi baru lahir (neonatal, kematian balita, kematian dewasa). Kaitan penduduk, kemiskinan, kesejahteraan dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga. Pengetahuan tentang aspek demografi akan membantu para policy makers dan perencana program untuk dapat membuat kebijakan yang tepat sasaran serta mengembangkan program yang tepat.
Penyebab kemiskinan dan keterbelakangan banyak dihubungkan dengan individu seseorang atau patologis, keluarga, sub budaya, agensi dan struktural. Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.  Keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar  (pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup dlll). Perlu pemberdayaan keluarga.  Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan. Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Kelaparan adalah suatu kondisi di mana tubuh masih membutuhkan makanan, biasanya saat perut telah kosong baik dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk waktu yang cukup lama. Kelaparan adalah bentuk ekstrem dari nafsu makan normal. Istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada kondisi kekurangan gizi yang dialami sekelompok orang dalam jumlah besar untuk jangka waktu yang relatif lama, biasanya karena kemiskinan, konflik politik, maupun kekeringan cuaca.
Fakta mengenai kelaparan yang terjadi di Indonesia adalah tiap hari kurang-lebih 24.000 orang meninggal karena lapar atau hal-hal yang berkenaan dengan kelaparan. Angka ini telah menurun kalau dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu yang berkisar sekitar 35.000 dan 45.000 untuk dua puluh tahun yang lalu. Tiga perempat dari angka-angka kematian ini adalah anak-anak berumur dibawah lima tahun. Kini, 10% dari anak-anak di negara berkembang meninggal sebelum mereka berumur lima tahun. Angka ini menurun 28% dari lima puluh tahun yang lalu. Kelaparan dan perang menyebabkan hanya 10% kematian karena lapar, meskipun hal ini merupakan hal yang biasa kita dengar sehari-hari. Kebanyakan dari kematian karena lapar disebabkan oleh malnutrisi yang kronis akibat dari (keadaan bahwa) penderita tidak dapat mendapatkan makanan yang cukup. Hal ini disebabkan oleh kemiskinan yang sangat parah. Disamping kematian, malnutrisi juga menyebabkan kerusakan indra penglihatan, kurang semangat, kelambatan pertumbuhan badan dan meningkatnya kerawanan terhadap penyakit. Penderita malnutrisi berat tidak berdaya untuk berfungsi melakukan kegiatan ringan sehari-hari. Diperkiran bahwa didunia ada kira-kira 800 juta penderita kelaparan dan malnutrisi, yaitu 100 kali lebih banyak dari yang meninggal karena kelaparan dan malnutrisi itu setiap tahunnya. Pada hakekatnya, dibutuhkan hanya sedikit bahan dasar saja untuk memungkinkan si miskin berkesinambungan dalam memproduksi makanan. Termasuk dalam bahan dasar ini adalah bibit yang berkualitas tinggi, alat-alat yang sesuai dan kemudahan dalam mendapatkan air. Sekedar peningkatan dalam teknik pertanian dan cara penyimpanan makanan juga akan menolong. Banyak pakar dalam bidang kelaparan percaya bahwa pada akhirnya jalan terbaik untuk mengurangi kelaparan adalah lewat pendidikan. Orang-orang yang berpendidikan adalah bibit yang terbaik dalam meningkatkan diri dari kemiskinan yang menjadi penyebab kelaparan.

7.1  KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN
Kemiskinan merupakan permasalah yang paling susah diatasi diseluruh dunia, terutama di Negara kita, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan. Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin.Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan.
Kedua data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku secara lokal. Bisa saja terjadi bahwa angka-angka kemiskinan tersebut tidak realistis untuk kepentingan lokal, dan bahkan bisa membingungkan pemimpin lokal (pemerintah kabupaten/kota).
Mengenai keterbelangan khususnya dalam bidan ilmu pengetahuan dan tehnologi masyarakat indonesia belum seberapa kalau dibandingkan dengan negara-negara lain, misalnya Jepang, Cina, Korea, dll. Penduduk indonesia terutama didaerah pelosok/pedesaan masih minim tentang ilmu pengetahuan maupun tehnologi,
dalam hal ini “Haruskah Kita diam dengan kenyataan tersebut ???” menurut saya pemerintah harus berupaya meningkatkan pendidikan diberbagai daerah karena pendidikan merupakan salah satu pendorong untuk mengurangi kemiskinan, jikalau anak-anak bangsa indonesia maju akan pendidikan berarti dapat mengimbangi negara lain, kita tidak perlu lagi memerluka tenaga kerja yang propesional dari negara yang lain,tetapi kita dapat memamfaatkan pemuda-pemudi indonesia yang memiliki skill dan pengetahuan.

PEMBAHASAN
Secara sosiologis, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan ditentukan oleh tiga faktor; yakni kesadaran manusia, struktur yang menindas, dan fungsi struktur yang tidak berjalan semestinya. Dalam konteks kesadaran, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan biasanya merujuk pada kesadaran fatalistik dan menyerah pada “takdir”. Suatu kondisi diyakini sebagai pemberian Tuhan yang harus diterima, dan perubahan atas nasib yang dialaminya hanya mungkin dilakukan oleh Tuhan. Tak ada usaha manusia yang bisa mengubah nasib seseorang, jika Tuhan tak berkehendak. Kesadaran fatalistik bersifat pasif dan pasrah serta mengabaikan kerja keras.
Kesadaran ini tampaknya dimiliki sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan diterima sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Bahkan, penerimaan terhadap kondisi itu merupakan bagian dari ketaatan beragama dan diyakini sebagai kehendak Tuhan.
Kesadaran keberagamaan yang fatalistik itu perlu dikaji ulang. Pasalnya, sulit dipahami jika manusia tidak diberi kebebasan untuk berpikir dan bekerja keras. Kesadaran fatalistik akan mengurung kebebasan manusia sebagai khalifah di bumi. Sementara sebagai khalifah, manusia dituntut untuk menerapkan ajaran dalam konteks dunia dan akhirat. Oleh karena itu, kemiskinan dan kebodohan, wajib diubah. Bahkan, kewajiban itu adalah bagian penting dari kesadaran manusia.
Faktor penyebab lain yang menyebabkan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan karena otoritas struktural yang dominan. Kemiskinan, misalnya, bisa disebabkan oleh ulah segelintir orang di struktur pemerintahan yang berlaku tidak adil. Kemiskinan yang diakibatkan oleh problem struktural disebut “kemiskinan struktural”. Yaitu kemiskinan yang sengaja diciptakan oleh kelompok struktural untuk tujuan-tujuan politik tertentu. Persoalan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan juga disebabkan karena tidak berfungsinya sistem yang ada. Sebab orang-orang yang berada dalam sistem tidak memiliki kemampuan sesuai dengan posisinya. Akibatnya sistem berjalan tersendat-sendat, bahkan kacau. Kesalahan menempatkan orang tidak sesuai dengan kompetensinya (one man in the wrong place) bisa mengakibatkan kondisi bangsa ini menjadi fatal.
Kondisi masyarakat Indonesia yang masih berkubang dalam kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, jelas berseberangan dengan prinsip-prinsip fitrah manusia. Fitrah manusia adalah hidup layak, berpengetahuan, dan bukan miskin atau bodoh. Untuk mengentaskan masyarakat Indonesia dari kubangan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, pemerintah perlu mengambil kebijakan strategis. Kebijakan strategis tersebut membutuhkan suatu jalur yang dipandang paling efektif. Dalam konteks inilah penulis berpendapat bahwa pendidikan merupakan satu-satunya jalur paling efektif untuk mengentaskan seluruh problem sosial di Indonesia.
Meskipun persoalan kemiskinan bisa saja disebabkan karena struktur dan fungsi struktur yang tidak berjalan, akan tetapi itu semua mengisyaratkan pada faktor manusianya. Struktur jelas buatan manusia dan dijalankan oleh manusia pula. Jadi, persoalan kemiskinan yang bertumpu pada struktur dan fungsi sistem jelas mengindikasikan problem kesadaran manusianya. Dengan demikian, agenda terbesar pendidikan nasional adalah bagaimana merombak kesadaran masyarakat Indonesia agar menjadi kritis.
         
DAFTAR PUSTAKA
Syahbana, Joesron Alie., 2008. Studi Efektivitas Rencana Tata Ruang Dalam Mengarahkan Pembangunan Infrastruktur. Studi Kasus Jalan dan Drainase di Kota Semarang. PusatStudi Pertanahan dan Tata Ruang (TAHTA) Lembaga Penelitian-Universitas Diponegoro,Semarang.
Thian, Joe. Liem., 2004. Riwayat Semarang, Hasta Wahana, Jakarta.
Daldjoeni N, 1986, Masalah Penduduk dalam Fakta dan Angka, Alumni Bandung
Goeltenboth, F. 1996, Applied Geography and Development, Volume 47 Institute
for Scientific Co-operation, tumbingen Federal Republic of Germany.
Lembaga Demografi, FEU I, 1981, Dasar-dasar Demografi FEUI, Jakarta.
Tji Suharyanto, P, Urbanisasi, Surabaya Post, 23 September 1996


Tidak ada komentar:

Posting Komentar