TUGAS INDIVIDU
Kali ini saya akan mencoba membahas mengenai "Pertumbuhan dan Pertambahan Penduduk" dengan cakupan sebagai berikut:
A. Landasan
B. Perkembangan Penduduk Indonesia
C. Pertumbuhan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
D. Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
E. Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
F. Pertumbuhan Penduduk dan Kelaparan
G. Kemiskinan dan Keterbelakangan
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kalian semua


PERTUMBUHAN DAN PERTAMBAHAN PENDUDUK
1.1 LANDASAN TEORI
Teori Malthus (Thomas Robert
Malthus)
Orang yang pertama-tama
mengemukakan teori mengenai penduduk adalah Thomas Robert Malthus yang hidup
pada tahun 1776 – 1824. Kemudian timbul bermacam-macam pandangan sebagai
perbaikan teori Malthus. Dalam edisi pertamanya Essay on Population tahun 1798
Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu :
a. Bahan makanan adalah
penting untuk kehidupan manusia
Malthus juga mengatakan bahwa
pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada suatu
saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan hidup.
Dalil yang dikemukakan Malthus
yaitu bahwa jumlah penduduk cenderung untuk meningkat secara geometris (deret
ukur), sedangkan kebutuhan hidup riil dapat meningkat secara arismatik (deret
hitung). Menurut pendapat Malthus ada faktor-faktor pencegah yang dapat
mengurangi kegoncangan dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk
dan manusia yaitu dengan jalan :
a. Preventive checks
Yaitu faktor-faktor yang dapat
menghambat jumlah kelahiran yang lazimnya dinamakan moral restraint. Termasuk
didalamnya antara lain :
1) Penundaan masa perkawinan
2) Mengendalikan hawa nafsu
3) Pantangan kawin
b. Positive checks
Yaitu faktor-faktor yang
menyebabkan bertambahnya kematian, termasuk di dalamnya antara lain :
1) Bencana Alam
2) Wabah penyakit
3) Kejahatan
4) Peperangan
Positive checks biasanya dapat
menurunkan kelahiran pada negara-negara yang belum maju.
Teori yang dikemukakan Malthus
terdapat beberapa kelemahan antara lain :
a. Malthus tidak yakin akan
hasil preventive cheks.
b. Ia tak yakin bahwa ilmu
pengetahan dapat mempertinggi produksi bahan makanan dengan cepat.
c. Ia tak menyukai adanya
orang-orang miskin menjadi beban orang-orang kaya
d. Ia tak membenarkan bahwa
perkembangan kota-kota merugikan bagi kesehatan dan moral dari orang-orang dan
mengurangi kekuatan dari negara
Akan tetapi bagaimanapun juga
teorinya menarik perhatian dunia, karena dialah yang mula-mula membahas
persoalan penduduk secara ilmiah. Disamping itu essaynya merupakan methode
untuk menyelesaikan atau perbaikan persoalan penduduk dan merupakan dasar bagi ilmu-ilmu
kependudukan sekarang ini.
Beberapa Pandangan Terhadap
Teori Malthus
Bermacam-macam reaksi timbul
terhadap teori Malthus, baik dari golongan ahli ekonomi, sosial dan agama.
Hingga saat ini teori Malthus masih dipersoalkan. Pada dasarnya pendapat-pendapat
terhadap teori Malthus dapat dikelompokan sebagai berikut :
a. Teori Malthus salah sama
sekali
Golongan ini menganggap
Malthus mengabaikan peningkatan teknologi, penanaman modal, perencanaan
produksi. Terhadap golongan yang tidak setuju, Malthus menjawab bahwa :
1) Tingkat pengembangan
teknologi tidak sama diseluruh negara
2) Kemampuan yang berbeda-beda
untuk mengadakan penanaman modal.
3) Faktor kesehatan rakyat dan
pengaruhnya terhadap penghidupan sosio ekonomi kultural.
4) Masalah urbanisasi yang
terdapat dimana-mana
5) Taraf pendidikan rakyat
tidak sama
6) Proses-proses sosial yang
menghambat kemajuan
7) Faktor komunikasi dan
infrastruktur yang belum sama peningkatannya
8) Faktor-faktor sosial
ekonomi serta pelaksanaan distribusinya
9) Kemampuan sumber alam tidak
akan mampu terus menerus ditingkatkan menurut kemampuan manusia tanpa batas,
melainkan akhirnya akan sampai pada suatu titik, dimana tidak dapat
ditingkatkan lagi.
10) Masih banyak faktor lagi
yang selalu tidak menguntungkan bagi keseimbangan peningkatan penduduk dengan
produksi bahan-bahan sandang pangan
Teori Malthus tidak berlaku
lagi bagi negara-negara barat, tetapi masih berlaku bagi negara-negara Asia.
b. Teori Malthus memang benar
dan berlaku sepanjang masa.
Penganut golongan ini setuju
dengan Teori Malthus, meskipun ada beberapa tambahan /revisi. Pengikut Malthus
ini disebut Neo Malthusionism. Mereka beranggapan bahwa untuk mencapai tujuan
hanya dengan moral restraint (berpuasa, menunda – perkawinan) adalah tidak
mungkin. Mereka berpendapat bahwa untuk mencegah laju cepatnya peningkatan
cacah jiwa penduduk harus dengan methode birth control dengan menggunakan alat
kontrasepsi.
Pengikut-pengikut teori
Malthus antara lain :
1) Francis Flace (1771 – 1854)
Pada tahun 1882 menulis buku
yang berjudul Illustration and Proofs of the population atau penjelasan dari
bukti mengenai asas penduduk. Ia berpendapat bahwa pemakaian alat kontrasepsi
tidak menurunkan martabat keluarga, tetapi manjur untuk kesehatan. Kemiskinan
dan penyakit dapat dicegah.
2.1 PERKEMBANGAN PENDUDUK
Perkembangan Penduduk
Mengapa terjadi pertumbuhan
penduduk? Pertumbuhan penduduk terjadi disebabkan oleh pertambahan atau pengurangan
jumlah penduduk akibat adanya kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), dan
perpindahan penduduk (migrasi). Kelahiran dan kematian merupakan faktor
pertumbuhan alami, adapun perpindahan penduduk merupakan faktor pertumbuhan non
alami.
Pertumbuhan penduduk alami
Pertumbuhan penduduk yang
diperoleh dari hasil selisih tingkat kelahiran dengan kematian dalam satu tahun
disebut pertumbuhan penduduk alami. Pertumbuhannya dinyatakan dalam perseribu.
Kejadian paling sederhana
dapat kita lakukan dengan melakukan pengamatan penduduk di lingkungan kita.
Dalam satu tahun, berapa terjadi kelahiran, dan berapa terjadi kematian?
Misalkan, pada saat ini jumlah penduduk di kampungmu 1000 orang, maka dengan
menghitung selisih jumlah kelahiran dan kematian maka kita akan menemukan angka
pertumbuhan penduduk di kampungmu. Contoh, jumlah bayi yang lahir 40, penduduk
yang meninggal dunia 20. Maka dengan menggunakan rumus di bawah ini pertumbuhan
penduduk di kampung adalah 40-20 perseribu, atau 20 perseribu atau 2%.
Adapun perhitungannya dapat
digunakan rumus:
P =L–M
P = Pertumbuhan
penduduk
L = Lahir
M = Mati
Pertumbuhan penduduk non alami
Pertumbuhan penduduk non alami
diperoleh dari selisih penduduk yang melakukan imigrasi (migrasi masuk) dengan
emigrasi (migrasi keluar). Pertumbuhan penduduk non alami disebut juga dengan
pertumbuhan penduduk karena migrasi. Perhitungan penduduk non alami dapat
digunakan rumus sebagai berikut:
P = I–E
P = Pertumbuhan
penduduk
I = Imigrasi
E = Emigrasi
Pertumbuhan penduduk total
Pertumbuhan total adalah
pertumbuhan penduduk yang dihitung dari selisih jumlah kelahiran dengan
kematian ditambah dengan selisih dari pertumbuhan non alami. Perhitungan
penduduk total dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
P = (L – M ) + (I –
E)
P = jumlah
pertumbuhan penduduk dalam satu tahun
L = jumlah
kelahiran dalam satu tahun
M = jumlah kematian dalam satu
tahun
I = Imigrasi
E = Emigrasi
Laju pertumbuhan penduduk
total di Indonesia tidak terlalu banyak berbeda dengan laju pertumbuhan
penduduk alami, karena migrasi (baik imigrasi maupun emigrasi) jumlahnya tidak
begitu banyak sehingga pengaruhnya sangat kecil dan dapat diabaikan. Pertumbuhan
penduduk biasanya dinyatakan dengan angka persen (%) dan biasanya
diperhitungkan untuk jangka waktu satu per setiap tahun. Istilah lain yang
sering disamakan dengan pertumbuhan penduduk yaitu pertambahan penduduk.
Perbedaannya adalah untuk pertambahan penduduk besarannya dinyatakan dengan
angka tertentu sedangkan pertumbuhan penduduk dinyatakan dalam persen (%).
Kelahiran dan kematian adalah
faktor utama pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh kondisi kesehatan,
kualitas lingkungan hidup, dan pendidikan. Kesehatan masyarakat sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kesadaran tentang kesehatan melalui
proses pendidikan.
Lingkungan yang kurang
terawat, limbah pabrik yang sudah di atas ambang batas wajar, permukiman yang
kumuh, selokan yang tidak terawat dan sebagainya merupakan penyebab datangnya
berbagai penyakit. Hal tersebut dapat berdampak pada angka kematian suatu
daerah yang dapat menyebabkan pertumbuhan penduduk negatif.
Negara Indonesia memiliki
jumlah penduduk yang besar karena jumlah penduduk Indonesia setiap tahun
bertambah. Hal tersebut mendorong agar negara Indonesia terus giat meningkatkan
kualitas penduduk. Pendidikan merupakan cara yang cocok dan paling strategis
untuk meningkatkan kualitas penduduk Indonesia.
Jumlah penduduk Indonesia
tahun 2010 tercatat 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 %. Jika laju
pertumbuhan penduduk tetap pada angka 1,49 %, maka pada 2045 jumlah penduduk
Indonesia diperkirakan akan mencapai 450 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk yang
terjadi pada tahun tersebut jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan ideal untuk
Indonesia yakni sebesar 0,5%.
3.1 PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN LINGKUNGAN
PEMUKIMAN
Penduduk perkotaan di
indonesia tumbuh dengan pesat antar tahun 1980 - 1990 laju pertumbuhan
rata-rata penduduk perkotaan adalah 5,36% per tahun. Pertumbuhan penduduk
meliputi 3 komponen:
1.
Pertumbuhan alamiah
2.
Perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi)
3. Adanya akibat dari
perubahan wilayah pedesaan menjadi wilayah perkotaan (Akbar Tanjung 1996).
Akibat pertumbuhan tersebut,
maka kota memerlukan tambahan ruang yang menyebabkan adanya perubahan dalam
pemanfaatan ruang dan tanah dari suatu pemanfaatn tertentu ke pemanfaatan
lainnya yang memiliki nilai ekonomis atau nilai budaya yang lebih tinggi,
perubahan diatas sering disertai dengan adanya pergeseran pemukiman. Pergeseran
pemukiman dapat dibagi dalam kelompok-kelompok sebagai berikut:
1.
Pergeseran pemukiman akibat pertimbangan ekonomi
a. Pemukiman
para petani untuk perumahan, perkantoran dan industri.
b. Pergeseran lahan non
pertanian untuk kegiata non pertanian lain dengan nilai ekonomi yang lebih
tinggi (pemukiman menjadi perkantoran, perdagangan, dsb).
2.
Pergeseran pemukiman karena penertiban pemanfaatn ruang dan tanah.
Terjadi pada pemukiman liar
dan kumuh di kota-kota besar seperti di bantaran sungai, sepanjang jalan kereta
api, lereng-lereng terjal yang mudah longsor. Penertiban ini dilakukan untuk
mengembalikan fungsi ruang untuk kepentingan umum (keindahan, kelancaran/keamanan,
dan kegiatan tertentu).
3.
Pergeseran pemukiman karena kepentingan umum
a.
Pembangunan jalan-jalan utama
b. Pembangunan
saluran banjir
4. Pergeseran pemukiman tanpa
pembongkaran pemukiman tanpa pembongkaran pemukiman sebelumnya, tetapi karena
ekanisme pasar.
Pengembang membangun perumahan
di pinggir/luar kota dengan menilai potensi pasar, terjadi perpindahan orang
yang semula tinggal dalam kota ke rumahnya di pinggiran/luar kota.
Dari apa yang telah
diungkapkan diatas, maka pada dasarnya kota-kota di indonesia dihadapkan pada
masalah yang cukup pelik (Johan Silas, 1996):
1. Dunia yang akan datang
ditentukan oleh kota, karena pada tahun 2020 nanti 2/3 penduduk akan berada di
kota. Kota akan menjadi pelaku kunci dalam perbaikan keadaan sosial dan
kesejahteraan rakyat sejalan dengan perkembangan berbagai fasilitas sosial yang
terbaik serta makin banyak di sediakan di kota.
2. Sifat kota yang
semakin global, akibat peran teknologi komunikasi (misalnya dengan adanya
internet).
3. Kota-kota
mengalami perubahan yang begitu cepat (terutama di Asia Timur). Kita tidak bisa
belajar lagi dari kota-kota di negara maju, karena mereka tidak lagi membangun
hanya membina.
4. Adanya pergeseran fungsi
yang dihadapi kota masa kini dengan segala permasalahannya. Semula kota adalah
permukiman dan sebagai tempat akumulasi berbagai hasil pertanian untuk dijual
lebih lanjut. Kini kota lebih banyak melakukan fungsi ekonomi tersier atau
jasa.
Pertumbuhan yang pesat di
kota-kota biasanya diatasi denga dua cara, yaitu:
a. Program
pemekaran kota pada lahan baru
b. Program
peremajaan kawasan kota pada lahan terbangun di kota.
1.
Peremajaan kawasan kota pada lahan terbangun di kota
Peremajaan kawasan kota pada
awalnya merupakan tanggapan terhadap tekanan perubahan sosial dan ekonomi
(Chapin, 1965 dalam Djarot Purbadi, 1996) yang berakibat pada pengembangan
fisik kota.
Dalam kenyataannya peremajaan
kota secara empiris telah terbukti banya diwarnai dan dikendalikan oleh
kepentingan elit politik dan ekonomi (Paul Knox, 1982 dalam Djarot Purbadi,
1996) sehingga seringkali menimbulkan kerusakan lingkungan, sosial bagi
masyarakat penghuninya.
Pengalaman peremajaan kota di
USA telah banyak menimbulkan kritik, karena perubahan-perubahan dari
penggusurnya menciptakan masalah anara lain banyaknya sarana dan prasarana
perumahan, bangunan bersejarah, fungsi-fungsi ekonomi masyarakat yang terkena
gusur.
Pembangunan kota yang hanya
memusatkan perhatian ke arah pengembangan fisik (sebab disitulah letak
kepentingan para pemegang modal), telah merobek-robek jaringan sosial budaya
golongan miskin.
Bagi Goodman masalah
struktural ini hanya dapat ditanggulangi dengan apa yang dinamakan dengan
"PROFESIONALISME BARU" yakni dengan melepaskan diri secara total dari
ikatan-ikatan profesional yang konfensional dengan terjun langsung ke
lingkungan yang tidak terjamah, yaitu golongan miskin itu sendiri (Yuswadi
Saliya, 1996).
Peremajaan kota adalah salah
satu cara mengakomodasi pertumbuhan kota yaitu upaya regenerasi terencana pada
kawasan terbangun yang bermasalah lewat program bersiklus;
a.
Redevelopment
b. Rehabilitation
c.
Conservation
Berdasarkan Inpres No. 5 Tahun
1990 telah meletakkan jiwa dan dasar peremajaan kota (Johan Silas, 1996):
a. Swasta boleh
meremajakan tanah negara yang berpenduduk untuk kepentingan niaga. Penghuni
yang ada harus ditampung kembali di tempat yang sama dalam tatanan baru sebagai
syarat yang tidak terpisahkan.
b. Pembiayaan penampungan
kembali warga semula dilakukan oleh investor dengan mengambil selisih harga
lama den harga baru.
c. Inpres
tersebut juga "mengakui" atas hak warga semula untuk tetap berada di
tempat yang sama tanpa harus mempersoalkan apakah ada atau tidak hak formal
atas lahan yang ditempatinya (tetapi Inpres tersebut hanya berlaku untuk 2
proyek saja yaitu; di Pulo Gadung, jakarta dan di Pekunden, Semarang.
Peremajaan kota adalah proyek
yang sangat mahal, oleh karena itu dalam proses pelaksanaannyadi Indonesia
harus lebih berhati-hati dan mau belajar dari pengalaman negara-negara lain
yang telah terlebih dahulu menerapkannya.
Penerapan konsep peremajaan
kota sebaiknya disertai dengan penyusunan perangkat lunaknya dengan
memperhatikan "kepentingan masyarakat (terutama yang terkena proyek"
yang tergolong pendapatan rendah (Budiharjo, 1996).
2. Bentuk
Bentuk Peremajaan Kota Di Indonesia
a. Perbaikan lingkungan
permukiman (disini kekuatan pemerintah/public investment sangat dominan, atau
sebagai faktor tunggal pembangunan kota.
b. Pembangunan
rumah susun sebagai pemecahan lingkungan kumuh.
c. Peremajaan yang
bersifat progresif oleh kekuatan sektor swasta seperti munculnya super blok
(merupakan fenomena yang menimbulkan banyak kritik dalam aspek sosial yaitu
penggusuran, kurang adanya integrasi jaringan dan aktifitas trafik yang sering
menciptakan problem diluar super blok). Faktor tunggalnya adalah pihak swasta
besar.
3. Masalah
dalam realisasi peremajaan kota di Indonesia
a. Dalam pelaksanaan Kampung
Improvement Program (KIP) pemerintah merupakan faktor tunggal pembangunan kota.
Sedangkan dalam pembangunan super blok fator tunggalnya adalah pihak swasta
besar (Sugiyono, 1996). Aktor lain seperti masyarakat bawah atau penghuni tidak
dilibatkan atau belum dilakukan sinergi antara ketiga aktor pembangunan
(pemerintah, pengusaha/swasta dan masyarakat pegguna atau pemilik/pemakai
lahan).
b. Ditinjau dari aspek
kelembagaannya, maka permasalahan dalam pembangunan perkotaan khususnya
pelaksanaan peremajaan perkotaan di Indonesia dapat diidentifiasi antara lain
(Bambang Panuju, 1996):
1) Kurang jelasnya pembangian
lingkup dan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi, dan
pemda kota/kabupaten dalam pembangunan perkotaan terutama yang menyangkut
masalah perijinan.
2) Kekurang mampuan
kelembagaan dan aparat pemda kota/kabupaten dalam merumuskan konsep-konsep
pengelolaan dan pembangunan perkotaan termasuk peremajaan kota.
3) Keterbatasan sumber-sumber
dan kemampuan pendanaan pembangunan pada pemerintah daerah (PAD).
Contoh yang cukup menarik
dalam menghadapi permasalahan kota adalah Master Plan Surabaya 2000 (Johan
Silas, 1996). MPS 2000 Surabaya berusaha mempertahankan semua kampung yang ada
di tempatnya semula seperti yang sudah ada sejak dahulu dilakukan oleh Adipati
Surabaya dalam membangun Surabaya, dalam membangun Surabaya memakai pola kosmik
mandala (tertua). Saat Belanda berkuasa pembangunan baru di Surabaya tetap
menghindari kampung yang ada. Yang dilakukan MPS 2000 tidak lain adalah
melanjutkan pola historis yang ada. Itu pula sebabnya mengapa hingga kini di
bagian kota yang penting dan mahal sekalipun tetap ada kampung, dan Kampung
Improvement Program (KIP) menjadi alat dan bagian utuh dari pembangunan kota.
Tidak heran bila Surabaya dikenal sebagai kotanya Kampung Improvement Program
(KIP) di Indonesia dan mendapat beragam penghargaan termasuk The Habitat Award
(1991).
4.1 PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN TINGKAT PENDIDIKAN
Pertumbuhan penduduk adalah
perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu
dibandingkan waktu sebelumnya. Misalnya pertumbuhan penduduk Indonesia dari
tahun 1995 ke tahun 2000 adalah perubahan jumlah penduduk Indonesia dari tahun
1995 sampai 2000.
Selain merupakan sasaran
pembangunan, penduduk juga merupakan pelaku pembangunan. Maka kualitas penduduk
yang tinggi akan lebih menunjang laju pembangunan ekonomi. Usaha yang dapat
dilakukan adalah meningkatkan kualitas penduduk melalui fasilitas pendidikan,
perluasan lapangan pekerjaan dan penundaan usia kawin pertama.
Di negara-negara yang anggaran
pendidikannya paling rendah, biasanya menunjukkan angka kelahiran yang tinggi.
Tidak hanya persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida
pada penduduk yang berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara
guru yang terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang.
Akibatnya, banyak negara yang sebelumnya mengarahkan perhatian terhadap
pendidikan universitas, secara diam-diam mengalihkan sasarannya.
Helen Callaway, seorang ahli
antropologi Amerika yang mempelajari masayakat buta huruf, menyimpulkan bahwa
perkembangan ekonomi dan perluasan pendidikan dasar telah memperluas jurang
pemisah antara pria dan wanita. Hampir di mana-mana pria diberikan prioritas
untuk pendidikan umum dan latihan-latihan teknis. Mereka adalah orang-orang
yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam dunia. Sebaliknya pengetahuan
dunia ditekan secara tajam pada tingkat yang terbawah.
Pertambahan penduduk yang
cepat, lepas daripada pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas pendidikan,
cenderung untuk menghambat perimbangan pendidikan. Kekurangan fasilitas
pendidikan menghambat program persamaan/perimbangan antara laki-laki dan wanita,
pedesaan dan kota, dan antara bagian masyarakat yang kaya dan miskin.
Pengaruh daripada dinamika
penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga. Penelitian yang
dilakukan pada beberapa negara dengan latar belakang budaya yang berlainan
menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga dengan jumlah
anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat perkembangan berfikir
anak-anak, berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan
fisiknya. Kesulitan orang tua dalam membiayai anak-anak yang banyak, lebih
mempersulit masalah ini.
Pertambahan penduduk yang
cepat menghambat program-program perluasan pendidikan, juga mengarah pada
aptisme di dunia yang kesulitan untuk mengatasinya.
Tingkat pendidikan adalah
tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan (UU RI No. 20
Tahun 2003 Bab I, Pasal I ayat 8).
Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk memasuki
pendidikan dasar diselenggarakan kelompok belajar yang disebut pendidikan
prasekolah. Pendidikan prasekolah belum termasuk jenjang pendidikan formal,
tetapi baru merupakan kelompok sepermainan yang menjembatani anak antara
kehidupannya dalam keluarga dengan sekolah.
Tingkat Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar
diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan menengah.
Oleh karena itu pendidikan dasar menyediakan kesempatan bagi seluruh warga
negara untuk memperoleh pendidikan yang bersifat dasar yang berbentuk Sekolah
Dasar (SD) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP)
atau bentuk lain yang sederajat. UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan dasar dan
wajib belajar pada Pasal 6 Ayat 1 bahwa, “Setiap warga negara yang berusia 7
sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Tingkat Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah yang
lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar, di selenggarakan di SLTA (Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas) atau satuan pendidikan yang sederajat. Pendidikan
menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan
pendidikan dasar, dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta didik untuk
mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.
Pendidikan menengah terdiri
atas pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan
menengah luar biasa, pendidikan menengah kedinasan dan pendidikan menengah
keagamaan (UU No. 20 Tahun 2003 Bab VI Pasal 18 Ayat 1-3)
Tingkat Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan
kelanjutan pendidikan menengah, yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta
didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau profesional yang yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
Untuk dapat mencapai tujuan
tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi “Tridharma” pendidikan
tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat
dalam ruang lingkup tanah air Indonesia sebagai kesatuan wilayah pendidikan
nasional.
Pendidikan tinggi juga
berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional
dengan perkembangan internasional. Untuk itu dengan tujuan kepentingan
nasional, pendidikan tinggi secara terbuka dan selektif mengikuti perkembangan
kebudayaan yang terjadi di luar Indonesia untuk di ambil manfaatnya bagi
pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk dapat mencapai dan kebebasan
akademik, melaksanakan misinya, pada lembaga pendidikan tinggi berlaku
kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan dan otonomi dalam pengolaan
lembaganya.
Satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi di sebut perguruan tinggi yang dapat
berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Akademi merupakan perguruan
tinggi yang menyelenggaran pendidikan terapan dalam suatu cabang atau sebagian
cabang ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian tertentu.
Politeknik merupakan perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang
pengetahuan khusus.
Sekolah tinggi ialah perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam
satu disiplin ilmu atau bidang tertentu.
Institut ialah perguruan
tinggi terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
Universitas ialah perguruan
tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan
akademik dan/atau profesional dalan sejumlah disiplin ilmu tertentu.
Pendidikan yang bersifat
akademik dan pendidikan profesional memusatkan perhatian terutama pada usaha
penerusan, pelestarian, dan pengembangan peradaban, ilmu, dan teknologi,
sedangkan pendidikan yang bersifat profesional memusatkan perhatian pada usaha
peradaban serta penerapan ilmu dan teknologi. Dalam rangka pengembangan diri,
bangsa, dan negara.
Output pendidikan tinggi
diharapkan dapat mengisi kebutuhan yang beraneka ragam dalam masyarakat. Dari
segi peserta didik kenyataan menunjukkan bahwa minat dan bakat mereka beraneka
ragam. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka perguruan tinggi di susun dalam
multistrata. Suatu perguruan tinggi dapat menyelenggarakan gerakan satu strata
atau lebih. Strata dimaksud terdiri dari S0 (non strata) atau program diploma,
lama belajarnya 2 tahun (D2) atau tiga tahun (D3), juga program nongelar. S1
(program strata satu), lama belajarnya empat tahun, dengan gelar sarjana, S2
(Program strata dua) atau program pasca sarjana, lama belajarnya dua tahun
sesudah S1, dengan gelar magister, S3 (program strata tiga atau program
doctor), lama belajarnya tiga tahun sesudah S2, dengan gelar doktor.
Program diploma atau program
nongelar memberi tekanan pada aspek praktis profesional sedangkan program gelar
memberi tekanan pada aspek ataupun aspek akademik profesional.
Disamping program diploma dan
program sarjana, pendidikan tinggi (dalam hal ini LPTK atau Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan) dapat juga menyelenggarakan program Akta mengajar yaitu
Akta III, Akta IV, dan Akta V. Program ini diadakan untuk melayani kebutuhan
akan tenaga mengajar di satu sisi dan pada sisi yang lain untuk melindungi
profesi guru (tenaga kependidikan). Dengan ini dimaksudkan bahwa seorang hanya
dianggap sah memiliki kewenangan mengajar jika memiliki sertifikat
atau akta mengajar, Program Akta Mengajar merupakan program paket kependidikan
sebesar 20 SKS atau untuk lama studi satu semester (6 bulan) bagi masing-masing
jenjang Akta.
5.1 PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN TINGKAT PENYAKIT
Kesehatan penduduk juga
dijadikan suatu indikator kualitas penduduk. Semakin tinggi tingkat kesehatan
penduduk Indonesia maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang
dihasilkan. Indikasi tingkat kesehatan antara lain : angka kematian bayi, angka
kematian ibu kelahiran, ketercukupan gizi makanan, dan usia harapan
hidup. Tingkat kesehatan suatu negara umumnya dilihat dari besar kecilnya
angka kematian, karena kematian erat kaitannya dengan kualitas kesehatan.
Kualitas kesehatan yang rendah umumnya disebabkan:
Kurangnya sarana dan pelayanan
kesehatan.
Kurangnya air bersih untuk
kebutuhan sehari-hari.
Kurangnya pengetahuan tentang
kesehatan.
Gizi yang rendah.
Penyakit menular.
Lingkungan yang tidak sehat
(lingkungan kumuh).
Dampak rendahnya tingkat
kesehatan terhadap pembangunan adalah :
Terhambatnya pembangunan fisik
karena perhatian tercurah pada perbaikan kesehatan yang lebih utama karena
menyangkut jiwa manusia.
Jika tingkat kesehatan manusia
sebagai objek dan subjek pembangunan rendah, maka dalam melakukan apa pun
khususnya pada saat bekerja, hasilnya pun akan tidak optimal.
Upaya-upaya Pemecahan
Permasalahan :
1)
Mengadakan perbaikan gizi masyarakat.
2)
Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular.
3)
Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan.
4)
Membangun sarana-sarana kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit, dan
lain-lain.
5)
Mengadakan program pengadaan dan pengawasan obat dan makanan.
6)
Mengadakan penyuluhan tentang kesehatan gizi dan kebersihan lingkungan.
6.1 PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN KELAPARAN
Kelaparan adalah suatu kondisi
di mana tubuh masih membutuhkan makanan, biasanya saat perut telah kosong baik
dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk waktu yang cukup lama. Kelaparan
adalah bentuk ekstrem dari nafsu makan normal. Istilah ini umumnya digunakan
untuk merujuk kepada kondisi kekurangan gizi yang dialami sekelompok orang
dalam jumlah besar untuk jangka waktu yang relatif lama,biasanya karena
kemiskinan, konflik politik, maupun kekeringan cuaca.
Hasil gambar untuk kelaparan
Pertumbuhan penduduk adalah
perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu
dibandingkan waktu sebelumnya. Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi
sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam
sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran.
Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah
pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi
nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan
penduduk dunia.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertambuhan penduduk yaitu faktor kelahiran, kematian, dan
perpindahan. Kelahiran (Fertilitas) yang merupakan faktor alami.
Kelahiran adalah bertambahnya jumlah penduduk di suatu wilayah. Kematian
(Mortalitas) yang juga merupakan faktor alami. Kematian adalah hilangnya
tanda-tanda kehidupan manusia secara permanen atau berkurangnya penduduk pada
suatu wilayah. Perpindahan (Migrasi) yang merupakan faktor non-alami. Faktor
terakhir yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan penduduk suatu daerah adalah
Perpindahan (Migrasi) atau Mobilitas Penduduk yang artinya proses gerak
penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dalam jangka waktu tertentu.
Macam-macam pertumbuhan
penduduk yaitu pertumbuhan secara alami, migrasi, dan total. Pertumbuhan
penduduk alami adalah pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari selisih
kelahiran dan kematian. Pertumbuhan penduduk migrasi adalah pertumbuhan
penduduk yang diperoleh dari selisih migrasi masuk dan migrasi keluar.
Pertumbuhan penduduk total adalah pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh
faktor kelahiran, kematian, dan migrasi.
Dampak pertumbuhan penduduk di
suatu negara sangat banyak dan bermacam-macam. Dampak pertumbuhan penduduk ini
sangat merugikan keberlangsungan makhluk hidup dan apabila tidak ada
pencegahan dari pertumbuhan penduduk ini, maka akan semakin banyak dampak dan
membuat keberlangsungan hidup suatu negara tidak lagi nyaman untuk ditinggali.
Dampak dari pertumbuhan penduduk yaitu lahan tempat tinggal dan bercocok tanam
berkurang, semakin banyaknya polusi dan limbah yang berasal dari rumah tangga,
pabrik, perusahaan, industri, peternakan, dll. Angka pengangguran dan
kemiskinan meningkat. Angka kesehatan dan kecukupan gizi masyarakat
menurun sehingga dapat menimbulkan penyakit baru. Pembangunan daerah semakin
dituntut banyak. Ketersediaan pangan sulit. Pemerintah harus membuat kebijakan
yang rumit.
Kemiskinan adalah keadaan
dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan ,
pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat
disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan, dll. Kemiskinan berkaitan erat
dengan askes pelayanan kesehatan, pemenuhan kebutuhan gisi dan kalori. Dengan
demikian penyakit masyarakat umumnya berkaitan dengan penyakit menular, seperti
diare, penyakit lever, TBC dll. Juga penyakit kekurangan gizi termasuk busung
lapar, anemi terutama pada bayi, anak-anak dan ibu hamil. Kematian adalah
konsekuensi dari penyakit yang ditimbulkan karena kemiskinan ini. (kekurangan
gisi menyebabkan rentan terhadap infeksi). Baik itu kematian bayi baru lahir
(neonatal, kematian balita, kematian dewasa). Kaitan penduduk, kemiskinan,
kesejahteraan dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas,
morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah
tangga. Pengetahuan tentang aspek demografi akan membantu para policy makers
dan perencana program untuk dapat membuat kebijakan yang tepat sasaran serta
mengembangkan program yang tepat.
Penyebab kemiskinan dan
keterbelakangan banyak dihubungkan dengan individu seseorang atau patologis,
keluarga, sub budaya, agensi dan struktural. Penyebab individual, atau
patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau
kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan
keuangan tidak mengukur pemasukan. Penyebab keluarga, yang menghubungkan
kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa
jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan
keluarga. Keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan
pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup dlll). Perlu
pemberdayaan keluarga. Penyebab sub-budaya (subcultural), yang
menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau
dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda
dengan keadaan tetangga adalah contohnya. Penyebab agensi, yang melihat
kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah,
dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang
dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil
dari struktur sosial.
Kelaparan adalah suatu kondisi
di mana tubuh masih membutuhkan makanan, biasanya saat perut telah kosong baik
dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk waktu yang cukup lama. Kelaparan
adalah bentuk ekstrem dari nafsu makan normal. Istilah ini umumnya digunakan
untuk merujuk kepada kondisi kekurangan gizi yang dialami sekelompok orang
dalam jumlah besar untuk jangka waktu yang relatif lama, biasanya karena
kemiskinan, konflik politik, maupun kekeringan cuaca.
Fakta mengenai kelaparan yang
terjadi di Indonesia adalah tiap hari kurang-lebih 24.000 orang meninggal
karena lapar atau hal-hal yang berkenaan dengan kelaparan. Angka ini telah
menurun kalau dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu yang berkisar sekitar
35.000 dan 45.000 untuk dua puluh tahun yang lalu. Tiga perempat dari
angka-angka kematian ini adalah anak-anak berumur dibawah lima tahun. Kini, 10%
dari anak-anak di negara berkembang meninggal sebelum mereka berumur lima
tahun. Angka ini menurun 28% dari lima puluh tahun yang lalu. Kelaparan dan
perang menyebabkan hanya 10% kematian karena lapar, meskipun hal ini merupakan
hal yang biasa kita dengar sehari-hari. Kebanyakan dari kematian karena lapar
disebabkan oleh malnutrisi yang kronis akibat dari (keadaan bahwa) penderita
tidak dapat mendapatkan makanan yang cukup. Hal ini disebabkan oleh kemiskinan
yang sangat parah. Disamping kematian, malnutrisi juga menyebabkan kerusakan
indra penglihatan, kurang semangat, kelambatan pertumbuhan badan dan
meningkatnya kerawanan terhadap penyakit. Penderita malnutrisi berat tidak
berdaya untuk berfungsi melakukan kegiatan ringan sehari-hari. Diperkiran bahwa
didunia ada kira-kira 800 juta penderita kelaparan dan malnutrisi, yaitu 100
kali lebih banyak dari yang meninggal karena kelaparan dan malnutrisi itu
setiap tahunnya. Pada hakekatnya, dibutuhkan hanya sedikit bahan dasar saja
untuk memungkinkan si miskin berkesinambungan dalam memproduksi makanan.
Termasuk dalam bahan dasar ini adalah bibit yang berkualitas tinggi, alat-alat
yang sesuai dan kemudahan dalam mendapatkan air. Sekedar peningkatan dalam
teknik pertanian dan cara penyimpanan makanan juga akan menolong. Banyak pakar
dalam bidang kelaparan percaya bahwa pada akhirnya jalan terbaik untuk
mengurangi kelaparan adalah lewat pendidikan. Orang-orang yang berpendidikan
adalah bibit yang terbaik dalam meningkatkan diri dari kemiskinan yang menjadi
penyebab kelaparan.
7.1 KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN
Kemiskinan merupakan
permasalah yang paling susah diatasi diseluruh dunia, terutama di Negara kita,
bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat
yang adil dan makmur Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini
juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan
karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini
terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan. Pada dasarnya ada dua faktor
penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di
Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini
cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin.Hal
itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman
sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan
persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan,
bahkan dapat menimbulkan ketergantungan.
Kedua data ini pada dasarnya
ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan
asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada
kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan
tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar
yang mencakup banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi,
organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku secara
lokal. Bisa saja terjadi bahwa angka-angka kemiskinan tersebut tidak realistis
untuk kepentingan lokal, dan bahkan bisa membingungkan pemimpin lokal
(pemerintah kabupaten/kota).
Mengenai keterbelangan
khususnya dalam bidan ilmu pengetahuan dan tehnologi masyarakat indonesia belum
seberapa kalau dibandingkan dengan negara-negara lain, misalnya Jepang, Cina,
Korea, dll. Penduduk indonesia terutama didaerah pelosok/pedesaan masih minim
tentang ilmu pengetahuan maupun tehnologi,
dalam hal ini “Haruskah Kita
diam dengan kenyataan tersebut ???” menurut saya pemerintah harus berupaya
meningkatkan pendidikan diberbagai daerah karena pendidikan merupakan salah
satu pendorong untuk mengurangi kemiskinan, jikalau anak-anak bangsa indonesia
maju akan pendidikan berarti dapat mengimbangi negara lain, kita tidak perlu
lagi memerluka tenaga kerja yang propesional dari negara yang lain,tetapi kita
dapat memamfaatkan pemuda-pemudi indonesia yang memiliki skill dan pengetahuan.
PEMBAHASAN
Secara sosiologis, kebodohan,
kemiskinan dan keterbelakangan ditentukan oleh tiga faktor; yakni kesadaran
manusia, struktur yang menindas, dan fungsi struktur yang tidak berjalan
semestinya. Dalam konteks kesadaran, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan
biasanya merujuk pada kesadaran fatalistik dan menyerah pada “takdir”. Suatu
kondisi diyakini sebagai pemberian Tuhan yang harus diterima, dan perubahan
atas nasib yang dialaminya hanya mungkin dilakukan oleh Tuhan. Tak ada usaha
manusia yang bisa mengubah nasib seseorang, jika Tuhan tak berkehendak.
Kesadaran fatalistik bersifat pasif dan pasrah serta mengabaikan kerja keras.
Kesadaran ini tampaknya
dimiliki sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga kemiskinan, kebodohan
dan keterbelakangan diterima sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Bahkan,
penerimaan terhadap kondisi itu merupakan bagian dari ketaatan beragama dan
diyakini sebagai kehendak Tuhan.
Kesadaran keberagamaan yang
fatalistik itu perlu dikaji ulang. Pasalnya, sulit dipahami jika manusia tidak
diberi kebebasan untuk berpikir dan bekerja keras. Kesadaran fatalistik akan
mengurung kebebasan manusia sebagai khalifah di bumi. Sementara sebagai
khalifah, manusia dituntut untuk menerapkan ajaran dalam konteks dunia dan
akhirat. Oleh karena itu, kemiskinan dan kebodohan, wajib diubah. Bahkan,
kewajiban itu adalah bagian penting dari kesadaran manusia.
Faktor penyebab lain yang
menyebabkan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan karena otoritas
struktural yang dominan. Kemiskinan, misalnya, bisa disebabkan oleh ulah
segelintir orang di struktur pemerintahan yang berlaku tidak adil. Kemiskinan
yang diakibatkan oleh problem struktural disebut “kemiskinan struktural”. Yaitu
kemiskinan yang sengaja diciptakan oleh kelompok struktural untuk tujuan-tujuan
politik tertentu. Persoalan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan juga
disebabkan karena tidak berfungsinya sistem yang ada. Sebab orang-orang yang
berada dalam sistem tidak memiliki kemampuan sesuai dengan posisinya. Akibatnya
sistem berjalan tersendat-sendat, bahkan kacau. Kesalahan menempatkan orang
tidak sesuai dengan kompetensinya (one man in the wrong place) bisa
mengakibatkan kondisi bangsa ini menjadi fatal.
Kondisi masyarakat Indonesia
yang masih berkubang dalam kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, jelas
berseberangan dengan prinsip-prinsip fitrah manusia. Fitrah manusia adalah
hidup layak, berpengetahuan, dan bukan miskin atau bodoh. Untuk mengentaskan masyarakat
Indonesia dari kubangan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, pemerintah
perlu mengambil kebijakan strategis. Kebijakan strategis tersebut membutuhkan
suatu jalur yang dipandang paling efektif. Dalam konteks inilah penulis
berpendapat bahwa pendidikan merupakan satu-satunya jalur paling efektif untuk
mengentaskan seluruh problem sosial di Indonesia.
Meskipun persoalan kemiskinan
bisa saja disebabkan karena struktur dan fungsi struktur yang tidak berjalan,
akan tetapi itu semua mengisyaratkan pada faktor manusianya. Struktur jelas
buatan manusia dan dijalankan oleh manusia pula. Jadi, persoalan kemiskinan
yang bertumpu pada struktur dan fungsi sistem jelas mengindikasikan problem
kesadaran manusianya. Dengan demikian, agenda terbesar pendidikan nasional
adalah bagaimana merombak kesadaran masyarakat Indonesia agar menjadi kritis.
DAFTAR PUSTAKA
Syahbana, Joesron Alie., 2008. Studi Efektivitas
Rencana Tata Ruang Dalam Mengarahkan Pembangunan Infrastruktur. Studi
Kasus Jalan dan Drainase di Kota Semarang. PusatStudi Pertanahan dan Tata Ruang
(TAHTA) Lembaga Penelitian-Universitas Diponegoro,Semarang.
Thian, Joe. Liem., 2004. Riwayat Semarang, Hasta
Wahana, Jakarta.
Daldjoeni N, 1986, Masalah Penduduk dalam Fakta dan
Angka, Alumni Bandung
Goeltenboth, F. 1996, Applied Geography and
Development, Volume 47 Institute
for Scientific Co-operation, tumbingen Federal
Republic of Germany.
Lembaga Demografi, FEU I, 1981, Dasar-dasar Demografi
FEUI, Jakarta.
Tji Suharyanto, P, Urbanisasi, Surabaya Post, 23
September 1996
Tidak ada komentar:
Posting Komentar