PERTAMBANGAN (NIKEL)
Nikel, salah satu hasil tambang Indonesia, digunakan untuk bahan campuran logam-logam bukan besi, baja tahan karat, baja jenis lain, pelapis logam-logam, campuran tahan listrik dan suhu tinggi, besi tuang, katalisator, keramik, magnet, dan sebagainya.
Pada tahun 1935, Boni Tolo Maatschappij, anak perusahaan Oost Borneo Maatschappij, melakukan eksplorasi di sekitar Pomalaa, Kolaka, Pulau Maniang, dan Pulau Lemo. Eksplorasi itu menemukan endapan bijih yang besar.
Pada 1936-1941, usaha penambangan bijih nikel secara sederhana dan selektif dimulai. Pada 1942-1945, usaha penambangannya diperluas hingga Pulau Maniang. Pada akhir Perang Dunia II, Jepang membangun sebuah pabrik nikel matte.
Setelah Indonesia merdeka, 1947-1950, perusahaan Amerika Serikat, Freeport Sulphur Company—yang kemudian bernama Oost Borneo Maatschappij—berupaya menambang nikel. Namun, kondisi keamanan menjadi kendala utama sehingga kedua perusahaan Jepang dan AS tersebut tidak berhasil.
Pada 1957, penambangannya diusahakan oleh NV Perto (Pertambangan Toraja). Pada 1961, perusahaan ini diambil alih pemerintah dan usahanya dilanjutkan PT (Negara) Pertambangan Nikel Indonesia.
Pada 1962, BPU Perusahaan Tambang Umum Negara dan PT Pertambangan Nikel Indonesia menandatangani kontrak dengan Sulawesi Nickel Development Co Ltd (Sunideco) untuk mengusahakan pengembangan nikel di Pomalaa, Kolaka.
Pada 1968, BPU Perusahaan Tambang Umum Negara diubah menjadi Perusahaan Negara Aneka Tambang dan PT Pertambangan Nikel Indonesia menjadi Unit Pertambangan Nikel Pomalaa. Pada Juni 1974, PN Aneka tambang menjadi persero, yaitu PT Aneka Tambang.
Sebagian besar bijih nikel Indonesia diekspor ke Jepang. Produksi nikel pada 1969 tercatat 256.213 ton. Dua tahun kemudian, pada 1971, produksi mencapai 900.000 ton. Pada 1972 produksi naik menjadi 935.000 ton. Pada 1975, produksinya turun menjadi 801.000 ton, tetapi pada 1976 naik lagi menjadi 828.816 ton.
Sumber nikel terdapat di Sulawesi Tengah, persisnya di Soroako yang memiliki cadangan 700.000 ton dan di Bulubalang dengan cadangan 320.000 ton. Di Sulawesi Tenggara, sumber nikel terdapat di Pomalaa dengan cadangan 1,37 juta ton, sedangkan Pulau Maniang memiliki cadangan 62.000 ton.
Indonesia mempunyai cadangan nikel terbesar di dunia. Sekitar 15 persen dari seluruh cadangan nikel di dunia berada di Indonesia.
Kontrak karya dengan INCO
Pada Sabtu, 27 Juli 1968, Pemerintah Indonesia menandatangani kontrak karya dengan International Nickel Company (INCO) dari Kanada untuk mengembangkan tambang nikel di Sulawesi.
Penandatanganan kontrak karya tersebut dilakukan Menteri Pertambangan (masa itu) Prof Ir Sumantri Brodjonegoro mewakili Pemerintah Indonesia dan Ketua Dewan Direksi INCO Henry S Wingate, yang juga Direktur Utama PT International Nickel Indonesia.
Acara penandatanganan kontrak karya di Departemen Pertambangan (sekarang disebut Kementerian ESDM) itu, menurut harian Kompas, Senin, 29 Juli 1968, disaksikan antara lain Duta Besar Kanada untuk Indonesia WGM Olivier dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Marshall Green serta Menteri Tenaga Kerja Laksamana Murshalin.
Wilayah operasi PT INCO meliputi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah, terutama daerah Malili, Bulubalang, dan Soroako seluas 75.000 mil persegi (atau setara dengan 194.249 kilometer persegi).
Pada tahun-tahun pertama, PT International Nickel Indonesia yang dibentuk sebagai pelaksanaan kontrak karya melakukan eksplorasi nikel dengan biaya minimal 1,5 juta dollar AS. Bila eksplorasi itu sesuai harapan, perusahaan itu akan menanamkan investasi minimal 75 juta dollar AS untuk membiayai pengolahan bijih nikel kadar rendah, termasuk memasarkan hasilnya. Dalam tiga tahun setelah itu, PT INCO diwajibkan menjual 25 persen sahamnya kepada Pemerintah Indonesia atau kepada perusahaan swasta nasional.
Pembukaan tambang nikel di Sulawesi dimulai 5 Agustus 1968, diawali dengan eksplorasi oleh para ahli dari PT INCO. Menurut harian Kompas, Kamis, 1 Agustus 1968, para ahli tersebut dikirim ke Sulawesi dengan pesawat amfibi dan kapal laut. Perusahaan ini mempekerjakan sekitar 500 tenaga Indonesia, termasuk tenaga ahli dari Direktorat Geologi di Bandung.
William L Bell dari International Nickel Company (INCO) Kanada menyebutkan, pada tahun 1968, PT INCO sudah mengeluarkan 1,179 juta dollar AS—belum termasuk uang muka pajak sebesar 500.000 dollar AS di Indonesia. Dalam empat bulan pertama tahun 1969, PT INCO mengeluarkan 200.000 dollar AS per bulan.
PT INCO juga memberi hadiah senilai 10.000 dollar AS kepada Universitas Hasanuddin Makassar untuk membeli peralatan dan perlengkapan serta membiayai program pemberantasan malaria di Malili, Sulawesi Tenggara.
Masalah Lingkungan dalam Pembangunan Pertambangan Energi
Pembangungan pertambangan energi juga dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan sekitar, permasalahan yang timbul tidak terlepas dari adanya aktivitas pembangunan lingkungan pertambangan yang kemungkinan besar dapat merusak lingkungan dan sumber daya alam dan manusia sekitar serta pada proses pertambangan yang dilakukan dengan kurang baik dan tidak memperhatikan kesehatan lingkungan sekitar.
Beberapa kerusakan lingkungan di pertambangan adalah;
1. Pembukaan lahan secara luas
Dalam masalah ini biasanya investor membuka lahan besar-besaran,ini menimbulkan pembabatan hutan di area tersebut. Di takutkan apabila area ini terjadi longsor banyak memakan korban jiwa.
2. Menipisnya SDA yang tidak bisa diperbarui
Hasil petambangan merupakan Sumber Daya yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini menjadi kendala untuk masa-masa yang akan datang. Dan bagi penerus atau cicit-cicitnya.
3. Masyarakat dipinggir area pertambangan terganggu
Biasanya pertambangan membutuhkan alat-alat besar yang dapat memecahkan telinga. Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati jalanan warga. Dan terkadang warga menjadi kesal.
4. Pembuangan limbah pertambangan yang tidak sesuai tempatnya
Dari sepenggetahuan saya bahwa ke banyakan pertambangan banyak membuang limbahnya tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka membuangnya di kali,sungai,ataupun laut. Limbah tersebut tak jarang dari sedikit tempat pertambangan belum di filter. Hal ini mengakibatkan rusaknya di sector perairan.
5. Pencemaran udara atau polusi udara.
Di saat pertambangan memerlukan api untuk meleburkan bahan mentah,biasanya penambang tidak memperhatikan asap yang di buang ke udara. Hal ini mengakibatkan rusaknya ozon.
1. Pembukaan lahan secara luas
Dalam masalah ini biasanya investor membuka lahan besar-besaran,ini menimbulkan pembabatan hutan di area tersebut. Di takutkan apabila area ini terjadi longsor banyak memakan korban jiwa.
2. Menipisnya SDA yang tidak bisa diperbarui
Hasil petambangan merupakan Sumber Daya yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini menjadi kendala untuk masa-masa yang akan datang. Dan bagi penerus atau cicit-cicitnya.
3. Masyarakat dipinggir area pertambangan terganggu
Biasanya pertambangan membutuhkan alat-alat besar yang dapat memecahkan telinga. Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati jalanan warga. Dan terkadang warga menjadi kesal.
4. Pembuangan limbah pertambangan yang tidak sesuai tempatnya
Dari sepenggetahuan saya bahwa ke banyakan pertambangan banyak membuang limbahnya tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka membuangnya di kali,sungai,ataupun laut. Limbah tersebut tak jarang dari sedikit tempat pertambangan belum di filter. Hal ini mengakibatkan rusaknya di sector perairan.
5. Pencemaran udara atau polusi udara.
Di saat pertambangan memerlukan api untuk meleburkan bahan mentah,biasanya penambang tidak memperhatikan asap yang di buang ke udara. Hal ini mengakibatkan rusaknya ozon.
Cara Pengelolaan Pembangunan Pertambangan
Pengelolaan pembangunan pertambangan membutuhkan dana dari investor,tenaga kerja yang terlatih,alat-alat pertambangan,dan area pertambangan. Dari survey saya, pertambangan di Indonesia ada dua jenis, yang pertama lewat jalan illegal,yang kedua non-ileggal. Biasanya yang membedakan illegal dan non-illegal adalah hak pertambangan meliputi pajak negara.
Penanaman modal untuk pertambangan terhitung milyaran ataupun trilyunan. Sedangkan area pertambangan di Indonesia tersebar dimana-mana. Investor-investor yang menanamkan modalnya biasanya takut bangkrut,dikarenakan rupiah sangat kecil nilainya.
Penanaman modal untuk pertambangan terhitung milyaran ataupun trilyunan. Sedangkan area pertambangan di Indonesia tersebar dimana-mana. Investor-investor yang menanamkan modalnya biasanya takut bangkrut,dikarenakan rupiah sangat kecil nilainya.
Kecelakaan di pertambangan
Dari pengalaman yang terjadi, di area pertambangan biasanya tertimbun dalam area tersebut. Ini biasanya dikarenakan gempa atau retaknya lapisan tanah. Adapun kecelakaan dikarenakan lalai atau ceroboh disaaat bekerja. Hal ini sering terjadi di area pertambangan,dan tak ada satu orang pun yang tewas karena hal seperti itu.
Biasanya dapat dilihat bahwa dari sisi keamanan belum terjamin keselamatannya. Hal ini menjadi bertambahnya angka kematian di area pertambangan. Memang jelas berbeda dari pertambangan yang terdapat di negara meju. Negara mereka menggunakan alat-alat yang lebih canggih lagi dari pada negara kita. Dan tingkat keselamatan jauh lebih aman dari pada di negara ini.
Biasanya dapat dilihat bahwa dari sisi keamanan belum terjamin keselamatannya. Hal ini menjadi bertambahnya angka kematian di area pertambangan. Memang jelas berbeda dari pertambangan yang terdapat di negara meju. Negara mereka menggunakan alat-alat yang lebih canggih lagi dari pada negara kita. Dan tingkat keselamatan jauh lebih aman dari pada di negara ini.
Penyehatan Lingkungan Pertambangan
Dalam tujuan untuk mengembalikan kondisi lingkungan ataupun penyehatan lingkungan pertambangan maka dilakukan beberapa usaha atau kegiatan yang tepat dan sesuai dengan permasalahan.
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
2) Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
3) Pengendalian dampak risiko lingkungan
4) Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
Pencemaran dan Penyakit-penyakit yang Mungkin Timbul
Manusia bukan hanya menderita sakit karena menghirup udara yang tercemar, tetapi juga akibat mengasup makanan yang tercemar logam berat. Sumbernya sayur-sayuran dan buah-buahan yang ditanam di lingkungan yang tercemar atau daging dari ternak yang makan rumput yang sudah mengandung logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Akhir-akhir ini kasus keracunan logam berat yang berasal dari bahan pangan semakin meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan bahan tersebut oleh manusia.
Pencemaran lingkungan oleh logam berat dapat terjadi jika industri yang menggunakan logam tersebut tidak memperhatikan keselamatan lingkungan, terutama saat membuang limbahnya. Logam-logam tertentu dalam konsentrasi tinggi akan sangat berbahaya bila ditemukan di dalam lingkungan (air, tanah, dan udara).
Sumber utama kontaminan logam berat sesungguhnya berasal dari udara dan air yang mencemari tanah. Selanjutnya semua tanaman yang tumbuh di atas tanah yang telah tercemar akan mengakumulasikan logam-logam tersebut pada semua bagian (akar, batang, daun dan buah).
Ternak akan memanen logam-logam berat yang ada pada tanaman dan menumpuknya pada bagian-bagian dagingnya. Selanjutnya manusia yang termasuk ke dalam kelompok omnivora (pemakan segalanya), akan tercemar logam tersebut dari empat sumber utama, yaitu udara yang dihirup saat bernapas, air minum, tanaman (sayuran dan buah-buahan), serta ternak (berupa daging, telur, dan susu).
Kemajuan industri selain membawa dampak positif seperti meningkatnya pendapatan masyarakat dan berkurangnya pengangguran juga mempunyai dampak negatif yang harus diperhatikan terutama menjadi ancaman potensial terhadap lingkungan sekitarnya dan para pekerja di industri. Salah satu industri tersebut adalah industri bahan – bahan organik yaitu metil alkohol, etil alkohol dan diol. Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia adalah aset penting dari kegiatan industri, disamping modal dan peralatan. Oleh karena itu tenaga kerja harus dilindungi dari bahaya – bahaya lingkungan kerja yang dapat mengancam kesehatannya.
Metil alkohol dipergunakan sebagai pelarut cat, sirlak, dan vernis dalam sintesa bahan – bahan kimia untuk denaturalisasi alkohol, dan bahan anti beku. Pekerja – pekerja di industri demikian mungkin sekali menderita keracunan methanol. Keracunan tersebut mungkin terjadi oleh karena menghirupnya, meminumnya atau karena absorbsi kulit. Keracunan akut yang ringan ditandai dengan perasaan lelah, sakit kepala, dan penglihatan kabur, Keracunan sedang dengan gejala sakit kepala yang berat, mabuk , dan muntah, serta depresi susunan syaraf pusat, penglihatan mungkin buta sama sekali baik sementara maupun selamanya. Pada keracunan yang berat terdapat pula gangguan pernafasan yang dangkal, cyanosis, koma, menurunnya tekanan darah, pelebaran pupil dan bahkan dapat mengalami kematian yang disebabkan kegagalan pernafasan. Keracunan kronis biasanya terjadi oleh karena menghirup metanol ke paru – paru secara terus menerus yang gejala – gejala utamanya adalah kabur penglihatan yang lambat laun mengakibatkan kebutaan secara permanen.
Sumber :
Kompas, 6 November 2017
https://hendrymahendra.wordpress.com/2016/01/08/dampak-industri-pertambangan-terhadap-lingkungan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar